Dibangun.sejak tahun 1959, Pangkalan Udara TNI AL (Lanudal Juanda) diresmikan oleh Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, pada tanggal 12 Agustus 1964.
Pemilihan Desa Sedati yang berada di Waru, Sidoarjo, sendiri juga dikarenakan mempertimbangkan banyak hal. Kontur tanahnya dinilai datar dan luas sehingga cocok menjadi tempat mendarat pesawat-pesawat militer RI.
Baca Juga : Sinopsis Ikatan Cinta RCTI 7 November 2021: Misteri Teror Keluarga Alfahri Tak Kunjung Tuntas
Berjarak sekitar 20 kilometer sebelah selatan kota Surabaya, sebelum Sidoarjo ditetapkan, ada opsi lokasi Pangkalan Udara TNI AL ini dibangun di salah satu dari tiga kota yang direncanakan, yakni Gresik, Pasuruan, dan Sidoarjo. Harapannya ke depan mampu diakses oleh berbagai macam moda transportasi.
Terkini, akses menuju Juanda sendiri juga didukung oleh beragam jasa wisata maupun tour and travel. Dan yang paling popuiler tentu saja layanan travel Malang Juanda mengingat banyaknya aktivitas masyarakat di dua kota besar ini, Surabaya dan Malang maupun arah sebaliknya.
Pelaksanaan proyek yang disebut Proyek Waru sendiri melibatkan tiga pihak, yakni pemerintah Indonesia selaku tim pengawas proyek (Tim Pengawas Proyek Waru/TPPW), Compagnie d’Ingenieurs et Techniciens (CITE) sebagai konsultan, dan Societe de Construction des Batinolles (Batignolles) yang didiapuk sebagai kontraktor. Keduanya merupakan perusahaan dari Prancis
Dalam kontraknya, telah disepakati antara ketiga pihak tersebut bahwa proyek pembangunan pangkalan udara harus tuntas dalam waktu empat tahun (1960-1964). Dan hasilnya selesai lebih cepat dari perkiraan, yakni dalam tempo tiga tahun saja.
Empat pesawat Fairey Gannet ALRI di bawah pimpinan Mayor AL (Pnb) Kunto Wibisono berkesempatan melakukan uji coba pendaratan untuk kali pertama.
Namun sebelumnya, Batignoles sempat mengancam mundur dari proyek akibat pada pertengahan pembangunan pemerintah mengalami krisis keuangan.
Baca Juga : Kisah Sosok Nabi yang Tertidur Selama 100 Tahun, Siapakah Dia?
Presiden Soekarno akhirnya menugaskan mantan Perdana Menteri Indonesia Ir Juanda terbang ke Surabaya menggunakan pesawat Convair 990 yang mendarat di Lapangan Udara Waru. Sesampainya di lokasi pada 15 Oktober 1963, Juanda langsung berkoordinasi dengan pelaksana proyek pembangunan. Bulan berikutnya, bertepatan dengan tanggal 7 November 1963, Juanda wafat dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Banyak pihak menilai apabila tanpa bantuan Juanda, Bandar Udara Juanda mungkin bakal mangkrak dan tidak bisa dinikmati masyarakat Indonesia dan mancanegara seperti saat ini. Demi mengenang jasanya, lapangan udara tersebut diberi nama “Lapangan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Djuanda.”