atau cari berdasarkan hari
Masjid Agung Jami’ Malang, Jawa Timur. TEMPO | Abdi Purmono
TEMPO.CO, Malang – Mayoritas wisatawan yang berkunjung ke Kota Malang untuk mencicipi kuliner serta jalan-jalan memandangi lanskap kota dan bersantai di kawasan cagar budaya Kayutangan. Banyak pula wisatawan yang melaksanakan salat zuhur dan ashar di Masjid Agung Jami’, yang lokasinya berhadapan dengan Alun-Alun Malang, sekalian wisata religi.
“Banyak wisatawan yang datang ke sini. Umumnya mereka salat dulu, baru foto-foto,” kata Lukman Hakim, Staf Bidang Kesekretariatan Takmir Masjid Jami’ Malang kepada Tempo, Jumat, 15 April 2022. “Biasanya mereka (wisatawan) datang berombongan.”
Jumlah kunjungan wisatawan merosot drastis dalam dua tahun terakhir akibat pandemi Covid-19. Namun, tahun ini kondisinya berangsur-angsur normal, terutama selama Ramadan sejak pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan yang membolehkan kegiatan berjamaah. Wali Kota Malang, Sutiaji kemudian menerbitkan Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Selama Ramadan.
Menurut Lukman, jemaah salat di Masjid Agung Jami’ saat ini mencapai 70 persen dari total kapasitas 300-400 orang di lantai satu. Pada pelaksanaan salat tarawih perdana 2 April kemarin, misalnya, jemaah memenuhi lantai satu. “Orang-orang rindu beribadah dan berwisata di sini. Alhamdulillah, kondisinya pelan-pelan bisa normal kembali,” ujar Lukman.
Masjid Agung Jami’ Malang, Jawa Timur. TEMPO | Abdi Purmono
Dikutip dari situs resmi Masjid Agung Jami’ Malang ditambah sumber lain, Masjid Agung Jami’ semula bernama Masjid Jami’. Ini merupakan masjid tertua di wilayah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu), sekaligus masjid utama di Kota Malang.
Masjid Agung Jami’ Malang dibangun dalam dua tahap. Pembangunan pertama mulai 1890 pada masa pemerintahan bupati Malang ketiga, Raden Ario Tumenggung III (31 Juli 1884-8 Juli 1898). Masjid ini berdiri di atas tanah negara atau goepernemen seluas 3.000 meter persegi. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada 15 Maret sampai 13 September 1903 di masa bupati Malang keempat, Raden Adipati Soerioadiningrat alias Raden Sjarip (24 November 1898-31 Juli 1933).
Masjid Agung Jami’ terletak di Jalan Merdeka Barat, sebelah barat Alun-Alun Malang. Di selatan masjid terdapat bangunan Bank Mandiri (dulu Bank Bumi Daya). Di utara terdapat bangunan kantor Asuransi Jiwasraya yang bersebelahan dengan Gereja GPIB Immanuel.
Empat pilar di dalam Masjid Agung Jami’ Malang, Jawa Timur, yang dianggap bertuah atau berkarisma sebagai tempat mustajabah. TEMPO | Abdi Purmono
Bangunan Masjid Agung Jami’ Malang berbentuk bujur sangkar berstruktur baja dengan atap tajuk tumpang dua. Sampai kini bangunan asli masih dipertahankan. Desain bagian dalam masjid mirip bangunan masjid Demak.
Ruang bagian tengah Masjid Agung Jami’ Malang disokong empat tiang besar kayu jati dan 20 tiang kolong berbentuk mirip kolom. Empat tiang besar menggambarkan empat sifat Nabi Muhammad SAW, yaitu shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), fathonah (bijaksana), dan tabliq (menyampaikan). Sedangkan 20 tiang menggambarkan sifat wajib Allah SWT.
Pembangunan Masjid Agung Jami’ Malang memadukan gaya arsitektur Jawa dan Arab. Gaya arsitektur Jawa merujuk pada atap masjid bangunan lama yang berbentuk tajuk. Sedangkan arsitektur Arab terdapat pada bentuk kubah menara masjid dan konstruksi lengkung pada bidang-bidang bukaan pintu dan jendela.
Pada dasarnya seluruh bagian bangunan Masjid Agung Jami’ Malang mulai batas suci adalah sakral. Wilayah sakral dan batas suci lantai masjid dibedakan berdasarkan ketinggiannya, seperti terdapat sebuah lantai bangunan setinggi 150 sentimeter dari permukaan tanah bangunan sekitarnya. Lantai bagian mihrab (tempat imam) pun lebih tinggi dari lantai ruang utama masjid. Di belakang tempat imam terdapat beberapa makam leluhur pendiri masjid.
Suasana di dalam Masjid Agung Jami’ Malang, Jawa Timur. TEMPO | Abdi Purmono
Ketua II Takmir Masjid Agung Jami’ Malang, Haji Muhammad Kamilun Muhtadin pernah menyatakan konon ada tiga masjid di Jawa Timur yang punya “karisma” atau menjadi tempat mustajabah. Tiga masjid itu adalah yaitu Masjid Ampel Surabaya, Masjid Jami’ Pasuruan, dan Masjid Agung Jami’ Malang. “Beberapa kiai atau tokoh sepuh biasanya melakukan iktikaf di sekitar tiang bangunan utama atau di cagak besar bagian tengah Masjid Agung Jami’ Malang,” kata Kamilun sebagaimana tertulis di laman resmi masjid.
Perlu diketahui pula, Alun-Alun Malang dibangun pada 1700, saat Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Perserikatan Dagang Hindia Timur masih berkuasa (1610 sampai 31 Desember 1799), persisnya di masa Gubernur Jenderal Willem van Outhoom menjabat sepanjang 1690-1704. Di sekitar Alun-Alun Malang terdapat tiga tempat ibadah bersejarah.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel sebagai tempat ibadah pertama di Malang. Gereja Immanuel Malang dibangun mulai 30 Juli 1861 dan resmi digunakan sejak 31 Oktober tahun yang sama. Gereja ini semula bernama Protestanche Gemente te Malang atau populer dengan sebutan Gereja Jago.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun Masjid Agung Jami’, berdekatan dengan Gereja Immanuel. Pembangunan dilakukan melalui bupati selaku bawahan penguasa Belanda. Jadi, Masjid Agung Jami’ Malang merupakan tempat ibadah kedua di Malang.
Setelah Masjid Agung Jami’, Pemerintah Hindia Belanda membangun gereja Katolik pertama, yaitu Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus (HKY) atau Gereja Kayutangan. Lalu, membangun gereja Katolik kedua, yaitu Gereja Santa Theresia atau Gereja Katolik Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel, yang populer dengan sebutan Gereja Katedral Ijen. Gereja ini dibangun mulai 11 Februari 1934 dan diresmikan pada 28 Oktober 1934.
Ada lima tempat ibadah tua yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya Kota Malang pada 12 Desember 2018. Lima tempat ibadah itu adalah Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel atau Gereja Jago, Masjid Agung Jami’ Malang, Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus (HKY) atau Gereja Kayutangan, Gereja Santa Theresia atau Gereja Katolik Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel atau Gereja Katedral Ijen, dan Kelenteng Eng Ang Kiong yang dibangun pada 1825.
Baca juga:
HUT Kota Malang ke-108, Berbagai Versi Daerah ini Disebut Malang
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.
Dapatkan ringkasan berita eksklusif dan mendalam sesuai dengan topik pilihan Anda dengan membaca newsletter pilihan Tempo
Pilih Topik
Ade Armando mengalami pengeroyokan saat berada di demo 11 April 2022. Polisi sudah mengantongi empat nama pelaku yang ternyata bukan mahasiswa.
Tempo Media Group © 2017